Pembelajaran yang baik adalah
Pembelajaran yang diadesain ...
Senin, 12 Oktober 2009
metode pembelajaran
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 06.57 0 komentar
Label: Makalah
Jumat, 09 Oktober 2009
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Bagi bapak/ibu guru yang membutuhkan RPP Bahasa Indonesia SMA dapat mendownloadnya dengan mengklik..disini..
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 08.07 0 komentar
Label: RPP SMA
RPP BI SMA
Satuan Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : X/I
Pertemuan : 1–2
Materi Pokok : Mendengarkan
Metode : Tanya jawab, ceramah, dan latihan
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (dua kali pertemuan)
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 08.06 0 komentar
Label: RPP
GURU DAN PROSES PEMBELAJARAN
Oleh : Hamka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru sebagai salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Guru tidak terlepas dari tugas utamanya adalah mengajar. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan pembelajaran atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha pengorganisasian lingkungan dalam hubungannya dengan anak
Guru dalam konteks mikro merupakan perancang, pengelola, pelaksana dan pengevaluasi pembelajaran adalah tokoh penting dalam penentu keberhasilan siswa. Selain tugas mengajar guru wajib mengelola komponen pembelajaran yang ada di kelas dan lingkungan sekolah. Pengelolaan yang baik dapat menumbuhkan minat dan inspirasi bagi peserta didik.
Pengelolaan kelas merupakan persyaratan mutlak terjadinya proses pembelajaran. Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengelola kelas dengan baik. Guru sebagai pengelola pembelajaran memiliki kemampuan membaca karakteristik siswa.
B. Fokus Pembahasan
1. Hakikat guru sebagai pendidik
2. Proses pembelajaran
3. Komponen pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Guru sebagai Pendidik
Paradigma guru telah berubah dari pengajar menjadi pendidik. Guru merupakan komponen pembelajaran sebagai pasilitator fungsinya sebagai pelatih, pendidik, dan pembimbing. Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasi anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun dan membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan keterampilan kepada anak didik.
Dalam proses pembelajaran memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengn peserta didik, jujur, professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing. Menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif, dan menyenangkan. Dalam mewujudkan pembelajaran yang demikian pendidik memiliki kepekaan emosi sehingga dapat mengayomi kebutuhan peserta didik.
Guru dalam mengembangkan misi pendidikan berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk pembangunan kepribadian anak didiknya. Dan guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua murid sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbal balik dengan anak didik.
Guru sebagai pendidik merupakan pemimpin visioner berfungsi sebagai unsur pembaru dan kemajuan pendidikan. Merupakan konselor atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,orang tua murid dan masyarakat.
B. Proses pembelajaran
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku indifidu melalui interaksi dengan lingkungan (Oemar Hamalik, 1978:50). Pengertian yang dikemukakan Hamalik mencakup segala sesuatu yang menimbulkan perubahan pada diri seseorang merupakan proses belajar. Si pebelajar bisa saja mendapat perubahan tingkah laku ketika ia sedang duduk di dalam kenderaan umum dan mendengarkan pembicaraan dua orang pelajar sekolah dasar tentang suatu topik. Pandangan Hamalik tentang belajar tak terbatas pada pendidikan formal yang berlangsung di sekolah.
Menurut Reber pengertian belajar di bagi ke dalam dua definisi ,yaitu: 1) Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan. 2) Belajar merupakan suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatip langgeng sebagai hasil latihan. Definisi Reber menggarisbawahi bahwa belajar mulai dari proses hingga mendapatkan hasil berupa kemampuan yang tahan lama. Kondisi pembelajaran yang dikemukakan Reber mengarah pada drill dan pengalaman belajar.
Berdasarkan pendapat Reber, pengertian belajar dengan proses pembelajaran merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Secara umum dapat, proses pembelajaran adalah bagian dari belajar.
Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang mempunyai perencanaan pengajaran yang baik. Perencanaan dimaksudkan adalah kesiapan pembelajaran yang didesain dengan baik sehingga menjadikan guru lebih siap dalam mengajar. Dalam pengajaran sekurang-kurangnya harus mempersiapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Tujuan
b. Bahan pelajaran
c. Kegiatan pembelajaran
d. Metode, media dan sumber
e. Evaluasi
Hal yang penting untuk diperhatikan guru adalah perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran ialah interaksi pembelajaran yang berlangsung selama proses pembelajaran yakni interaksi pembelajaran ke arah yang optimal. Dengan demikian, interaksi pembelajaran yang berlangsung tidak hanya guru kepada siswa saja, tetapi juga interaksi timbal balik antara guru dan siswa.
BAB III
SIMPULAN
1. Guru merupakan komponen pembelajaran sebagai pasilitator fungsinya sebagai pelatih, pendidik, dan pembimbing. Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasi anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun dan membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan keterampilan kepada anak didik.
2. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang mempunyai perencanaan pengajaran yang baik. Perencanaan dimaksudkan adalah kesiapan pembelajaran yang didesain dengan baik sehingga menjadikan guru lebih siap dalam mengajar.
3. Dalam pengajaran sekurang-kurangnya harus mempersiapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Tujuan
b. Bahan pelajaran
c. Kegiatan pembelajaran
d. Metode, media dan sumber
e. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Masnur.2008. KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rohmanto & Zainal.2008. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: CV. Yrama Widya.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media.
Uno, Hamzah. B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Yamin, Martinis.2008. Desain Pembelajaran Berbasisi Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
http://xipemai.wordpress.com
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 08.00 0 komentar
Label: Makalah
PELATIHAN SEBAGAI PBM DI ORGANISASI
Perusahaan/lembaga maju mempunyai visi, misi, tujuan, rencana dan strategi yang baik serta sangat memperhatikan managemen dan kinerja orang-orang didalamnya. Untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan kompetensi yang dimiliki oleh karyawan, kadang kala perusahaan mengutus beberapa karyawan melanjutkan studi, mengikuti seminar, pelatihan, ataupun workshop. Tetapi terkadang hasil yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Salah satu proses pembelajaran yang terjadi dalam suatu organisasi adalah pendidikan dan pelatihan (diklat) yang diadakan oleh organisasi tersebut dengan tujuan untuk peningkatan kinerja SDM. Tuntutan karyawan yang memiliki kecepatan, kualitas, dan up date merupakan indikator tenaga kerja pada era sekarang ini.
Menurut Prof Yusufhadi Miarso, M.Sc, 2004, tenaga kerja yang dibutuhkan dalam era perubahan ini adalah mereka yang terdidik dengan baik, terlatih, dan mengusai informasi (well educated, well trained, well informed). Lebih lanjut disebutkan bahwa pendidikan adalah pembentukan sikap, penguasaan keterampilan, dan perolehan pengetahuan sebelum memasuki dunia kerja. Sedangkan pelatihan adalah peningkatan kemampuan secara khusus dalam suatu lingkungan kerja.
Bentuk training
Training biasanya dikategorikan menjadi on-the-job dan off-the-job. Training On the job biasanya efektif untuk pekerjaan yang membutuhkan keahlian. Bentuknya seperti penggunaan tools/peralatan yang biasanya digunakan, peralatan, dokumen dan materi yang akan digunakan ketika dilatih seecara penuh yang dekat dengan kehidupan normal pekerjaan. Sedangkan Training off-the-job dilakuakn jauh dari situasai lingkunagn pekerjaan sehingga lebih konsentrasi terhadap traiing yang diberikan. Pada training off the jobs ini, akan lebih efektif untuk pelatihan dalam bidang konsep dan ide. Dalam penerapannya, berbagai metode training diberikan untuk mengembangkan kecerdasan artificial berkembang baik.
Pembelajaran Organisasi
Ray Stata, Presiden Analog Devices, membedakan pembelajaran organisasi dari pembelajaran individu dan pembelajaran tim dalam dua hal dasar. Pertama, pembelajaran organisasi yang luas terjadi melalui wawasan bersama, ilmu pengetahuan, dan model mental dari anggota-anggota organisasi. Kedua, pembelajaran organisasi membangkitkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya-yaitu pada memori organisasi yang bergantung pada mekanisme institusi (kebijakan, strategi, dan model eksplisit) yang digunakan untuk menyimpan ilmu pengetahuan.
Meskipun pembelajaran individu/ tim dan pembelajaran organisasi saling berhubungan, pembelajaran organisasi dilihat lebih dari sekedar kumpulan pembelajaran individu dan/atau kelompok. Sekalipun bahwa individu dan kelompok merupakan perantara yang melaluinya pembelajaran organisasi terjadi, proses pembelajaran dipengaruhi oleh sekumpulan variabel sosial, politik dan struktur yang jauh lebih luas. Ia mencakup saling berbagi ilmu pengetahuan, kepercayaan, atau asumsi di antara individu dan kelompok.
Satu cara untuk menunjukkan perbedaan antara pembelajaran individu/kelompok dan pembelajaran organisasi adalah dengan mempertimbangkan kinerja organisasi, seperti orkestra atau tim basket. Kinerja simfoni atau kemenangan atas pertandingan basket tidak bisa dihubungkan dengan individu sendiri atau bahkan sekumpulan ilmu pengetahuan dan keahlian individu. Hal ini merupakan hasil dari mengetahui- bagaimana menyesuaikan kerja seluruh kelompok.
Tipe Pembelajaran dalam Organisasi
Ada empat tipe pembelajaran atau empat cara di mana organisasi belajar; pembelajaran adaptif, pembelajaran ansipasi, pembelajaran deutero, dan pembelajaran aktif. Mereka tidak terpisah satu sama lain sebagaimana halnya dalam individu atau organisasi bisa menggunakan lebih dari satu tipe pembelajaran pada saat yang sama.
Empat tipe pembelajaran tersesut adalah :
1. Adaptif, pembelajaran adaptif terjadi manakala individu atau organisasi belajar dari pengalaman dan refleksi.
2. Pembelajaran Antisipasi, pembelajaran antisipasi muncul ketika sebuah organisasi belajar dari harapan akan masa depan. Pembelajaran ini merupakan pendekatan visi-refleksi-aksi terhadap pembelajaran yang berupaya menghindari hasil dan pengalaman negatif dengan mengeidentifikasi peluang terbaik di masa mendatang sebagaimana halnya menemukan cara untuk mencapai masa depan tersebut.
3. Pembelajaran Deutero, pembelajaran deutero terjadi ketika organisasi belajar dari refleksi yang kritis terhadap asumsi yang terima sebagaimana adanya.
4. Pembelajaran Aksi/praktek, Pembelajaran aksi merupakan gagasan dari Reginald Revans, pembelajaran aksi melibatkan pengerjaan masalah yang sebenarnya, yang fokus pada pembelajaran yang diperoleh, dan bertul-betul mengimplementasikan solusi.
Pendidikan dan Pelatihan
Jay Cross dalam tulisannya Training vs. Education: A Distinction That Makes A Difference yang dipublikasikan pada Bank securities Journal, menyebutkan bahwa Pelatihan bukanlah pendidikan. Pendidikan diukur dari waktu (tenure) seperti halnya mengikuti seminar atau kuliah 4 tahun di kampus. Pelatihan (training) diukur dari apa yang dapat kamu lakukan setelah kamu menyelesaikan masa pelatihan itu. Training adalah melakukan. Training meningkatkan performance. Tujuan yang baik dalam sebuah training adalah memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu (doing something), bukan memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu (knowing something). Dalam training bukan satu kesempatan hasilnya bisa langsung dirasakan, sebab training merupakan proses. Kebiasaan positif harus selalu diulang kembali jika meinginkan materi pelatihan itu terus melekat dalam diri individu.
Lain halnyadefinisi training menurut wikipedia. Training merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, kompetensi, sebagai hasil dari pengajaran vocational dan latihan keahlian dan pengetahuan yang berhubungan dengan penggunaan keahlian yang spesifik. Dahulu, bentuknya dapat berupa magang seperti ayng dilakukan pada kampus teknik dan politeknik. Namun sekarang sering diartikan sebagai pengembangan profesional.
Pembelajaran dalam Lingkungan Organisasi
Secara tradisional, pembelajaran telah diartikan sebagai sebuah proses dimana individu menerima ilmu pengetahuan dan wawasan baru yang mengakibatkan perubahan tingkah laku dan tindakan. Pembelajaran terdiri dari ranah kognitif (intelektual), afektif (emosi) dan psikomotor (fisik). Edgar Schein, profesor di Universitas Harvard, berpendapat bahwa individu dan organisasi yang ingin belajar dengan segenap kemampuan, mereka pertama harus memahami bahwa ada bermacam-macam pembelajaran yang jelas berbeda yang memiliki horizon waktu yang sangat berbeda yang berhubungan dengannya dan yang mungkin bisa diaplikasikan di tingkat sebuah pembelajaran atau proses perubahan yang berbeda.
Menurut Schein ada tiga jenis pembelajaran:
1. Pembelajaran kebiasaan dan keterampilan, pembelajaran ini berjalan lamban karena praktek dan keinginan dari pembelajar yang sementara waktu belum cakap; untuk melakukan tipe pembelajaran seperti ini, kita membutuhkan peluang untuk melakukan praktek, peluang untuk membuat kesalahan, dan perhargaan konsisten terhadap respon yang tepat.
2. Pengkondisian emosi dan kekhawatiran belajar, sebagaimana dalam pengkondisian yang telah diujukan oleh Pavlop, ketika tipe pembelajaran telah terjadi, ia akan berlanjut lama setelah penyebab pokoknya dihentikan.
3. Perolehan ilmu pengetahua, kebanyakan teori pembelajaran menyiratkan bahwa esensi pembelajaran adalah perolehan informasi dan ilmu pengetahuan melalui berbagai macam aktifitas kognitif.
Pembelajaran merupakan fenomena sosial untuk belajar apa, untuk apa, dan bagaimana yang bisa kita ketahui dan lakukan. Dalam konteks dunia kerja pembelajaran dilakukan secara otodidak, dengan orang lain, yang melibatkan penilaian kembali pandangan kita dan secara terus menerus, meningkatkan kemungkinan-kemungkinan akan pembelajaran. Aplikasi dari pembelajaran di organisasi menguntungkan diri secara pribadi pembelajar. Indikasi dari pembelajaran diorganisasi salah satunya adalah kesiapan menerima orang lain dan tidak memperpanjang komplik yang terjadi meskipun tidak sesuai dengan harapan secara mendalam serta melakukan perubahan fandumental.
Perubahan dari Fokus Pelatihan ke Fokus Pembelajaran
Sampai saat ini, fokus Andersen, seperti pelatihan di sebagian besar perusahaan, yaitu membuat instruksi/pengajaran lebih efisien. Fokus pelatihannya fokus pada isi materi dan intruktur, pada langkah, dan pada pendapatan jawaban yang tepat. Pelatihan transmital ini berdasarkan pada asumsi sebagai berikut:
* Semua pembelajar memiliki level awal dasar ilmu pengetahuan dan keahlian yang sama.
* Manusia mempelajari semua hal dengan cara yang sama
* Mendengar sama halnya dengan belajar
* Perubahan bisa dihasilkan lebih efisien dengan fokus pada tindak tanduk yang diamati dari pada pola pikir
Dengan model lama ini, tidak ada perhatian nyata pada apa yang sedang terjadi pada pembelajar secara internal, apakah si pembelajar bosan atau kewalahan dengan langkah pengajaran/instruksi. Pembelajar seringkali tidak betul-betul mengerti materi yang diajarkan, sehingga tidak bisa mengaplikasikannya.
Beberapa tahun yang lalu, Andersen memutuskan bahwa perusahaan tersebut membutuhkan pendekatan baru bagi pendidikan para profesionalnya, sehingga pendekatan pelatihan yang digambarkan di atas harus di susun ulang. Hanya dengan perubahan yang radikal dalam metodologi dan strategi pelatihan Andersen bisa menemukan lima pelatihan kritis yang baru dan keperluan perdidikan, yaitu: (1) mengembangkan keahlian yang lebih luas dan lebih dalam, (2) membangun para ahli yang akan mampu menyampaikan jasa tampa cacat pada para pelanggan, (3) fokus pada perubahan proses bisnis dan intergrasi, (4) menyeimbangkan pengembangan keahlian umum dan keahlian khusus, serta (5) beradaptasi dengan kompleksitas dan perubahan berkelanjutan.
Model pembelajaran baru di Andersen mengakui bahwa mempelajari proses mendapatkan jawaban yang tepat merupakan pokok persoalan yang paling penting. Tugas yang penting adalah bagaimana membuat pembelajaran bisa lebih efisien dan efektif. Model pengembangan para pegawai yang baru di Anderson ini berpusat pada pembelajar yang, sebagai pembuat keputusan, memilih berbagai peralatan dan sumber yang tersedia guna mempelajari apa yang mereka butuhkan untuk mencapai kesuksesan, penekanannya adalah pada pembelajaran yang dibutuhkan oleh pembelajar. Peran instruktur/presenter sebelumnya telah digantikan ke pelatih/mentor/fasilitator.
Menurut Joel Montgomery, ahli pendidikan di Center for Professional Education milik Andersen, para pembelajar saat ini ”jauh lebih aktif dalam proses pembelajaran, dan bersama-sama bertanggung jawab atas pembelajaran mereka. Para pembelajar diminta untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari bukannya mengulang atau mengidentifikasikan apa yang telah mereka singkap.”
Andersen saat ini merancang program pembelajarannya dengan cara yang merangsang para pembelajar untuk ikut serta dalam aktifitas yang memungkin mereka untuk memfokuskan pembelajaran mereka pada apa yang mereka tahu mereka butuhkan. Dalam
prosesnya, mereka diberikan alat untuk merefleksikan apa yang sedang mereka kerjakan, guna mengevaluasinya berdasarkan standar tertentu, dan guna memberikan dan menerima umpan balik tentang apa yang sedang mereka kerjakan dan pelajari. Setelah mereka melalui proses tersebut sekali, Montgomery menulis ”kita sekali lagi merangsang mereka untuk ikut serta lagi dalam pembelajaran, dan bersama mereka apa yang telah mereka pelajari sebelumnya, sekali lagi melakukan refleksi, mengevaluasi, dan memberi serta menerima umpan balik atas apa yang sedang mereka kerjakan dan pelajari. Hal ini menjamin pembelajaran yang jauh lebih mendalam.”
Pandangan pembelajaran seperti ini fokus pada apa yang terjadi pada pembelajar secara internal, dan hal tersebut mendorong sensivitas yang meningkat pada pembelajar ketika instruksi/pengajaran berlangsung. Pendekatan instruksional disesuaikan guna memenuhi kebutuhan individu pembelajar. Hal ini menghadirkan perubahan paradigma dari pendekatan instruksional supply-push (mendorong penawaran) ke pendekatan demandpul (menarik permintaan).
Pembelajaran berbasis kinerja; yang sangat terikat dengan kebutuhan bisnis. Pembelajaran juga merupakan bagian integral dari seluruh proses dan operasi organisasi. Pembelajaran individu, baik kreatif maupun adaptif, ditransfer ke dalam database organisasi untuk transfer dan aplikasi di masa mendatang.
Pembelajaran Kelompok/Tim
Pembelajaran tim bisa dan harus terjadi setiap kali sekelompok orang digabungkan bersama- baik selama satu pertemuan, selama proyek jangka pendek, atau untuk menghadapi masalah organisasi jangka panjang. Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa pembelajaran tim sangat berbeda dengan pelatihan tim. Pembelajaran tim lebih dari sekedar memperoleh keterampilan kelompok.
Penekanannya adalah pada pembelajaran pengaturan diri dan kebebasan mengungkapkan gagasan/ide serta kreatifitas. Sistem pembelajaran tim yang sukses memastikan bahwa tim saling berbagi pengalaman mereka, baik negatif maupun positif, dengan kelompok lain dalam organisasi, dan dengan demikian memajukan perkembangan intelektual perusahaan yang hebat.
Tim-tim harus bisa menghasilkan ilmu pengetahuan melalui analisa atas masalah yang kompleks, tindakan yang inovatif, dan pemecahan masalah bersama. Tim harus belajar lebih baik dari pengalaman mereka sendiri dan sejarah masa lalu. Mereka harus
mengadakan percobaan dengan pendekatan baru dan dengan cepat serta efisien mentransfer ilmu pengetahuan di antara mereka dan di seluruh organisasi. Ketika tim belajar, mereka bisa menjadi mikrokosmos pembelajaran di seluruh organisasi. Wawasan yang diperoleh dari tim dipraktekkan dalam tindakan. Keahlian yang berkembang bisa ditransfer ke individu dan tim lain. Keberhasilan tim bisa menggema dan menentukan standar pembelajaran bagi organisasi yang lebih besar.
Model pembelajaran tim Watkins dan Marsick (gambar 3-2) mencakup hubungan dan pembelajaran di antara individu, tim, dan organisasi. Model ini menunjukkan organisasi pembelajaran sebagai serikat individu (segitiga bawah) dan serikat organisasi (seditiga atas). Kunci model ini adalah saling melengkapi, yaitu di mana tim berfungsi dan bermanfaat bagi organisasi pembelajaran. Pemanfaatan dari sumber-sumber dan energi individu, tim, dan organisasi yang dikombinasikan merupakan apa yang menciptakan
organisasi pembelajaran.
Pembelajaran tim akan muncul lebih cepat dan sepenuhnya jika tim diberi penghargaan atas pembelajaran yang mereka sokong bagi organisasi. Pembelajaran dalam level tim memerlukan praktek dan refleksi. Pembelajaran tim tingkat tinggi memungkinkan
pemikiran dan komunikasi kolektif tingkat tinggi sebagaimana juga kemampuan untuk bekerja dengan kreatif dan kontruktif sebagai satu kesatuan.
Pembelajaran Self-Study, berdasarkan kebutuhan
Manusia tumbuh dan memungkinkan perkembangan diri berkelanjutan, bentuk proses pembelajaraannya adalah pelatihan self-study. Anderses memberi fokus lebih kepada penyampaian pelatihan self-study berdasarkan kebutuhan yang memberikan para pekerja peluang untuk belajar sambil bekerja untuk meningkatkan keterampilan individu.
Gambaran pelatihan Andersen dibangun atas fleksibilitas bagi peningkatan keterampilan pekerjaan yang penting pada level individu. Fokusnya adalah pada kebutuhan yang meningkat dan keuntungan akan instruksi/pengajaran yang digerakkan oleh individu itu sendiri. Instruksi harus secara meningkat diberikan atas dasar tepat pada waktunya, karena sebagian besar pembelajaran nantinya harus terjadi sebelum waktunya pada saat ilmu pengetahuan dan keahlian harus diaplikasikan.
Dengan menggabungkan teknologi dengan strategi pembelajaran yang baru, Anderson dengan sukses telah mengembangkan pelatihan self-study multimedia interaktif yang secara signifikan lebih efektif dari pada pelatihan tradisional yang dipimpin instruktur. Andersen telah menunjukkan pada dirinya sendiri bahwa untuk mengembangkan pelatihan yang membangun keterampilan dengan efektif dalam format self-study bukan hal yang tak mungkin.
Menurut Anderson, jalan utama kepada penguasaan personal adalah pengembangan keterampilan kognitif, di mana individu pembelajar belajar bagaimana cara belajar dan perusahaan mengakui bahwa makin banyak keterampilan metakognitif yang didapat oleh individu, makin kuat peluangnya untuk bertahan dengan perubahan saat ini.
Keprihatinan dalam penyelenggaraan pelatihan
Pelatihan yang bermutu merupakan dambaan bagi kalangan orang yang mengerti akan manfaat mutu. Namun bagi sebagian kalangan ini hanya merupakan keinginan yang bersifat mimpi, sebagian lagi hanya sekedar ikut berpartisipasi pasif (hanya ikut-ikutan ngomong saja) karena hal ini merupakan kebijakan, dan sebagian lagi bersikap pasif .
Kalau kita amati bagaimana sikap dan perilaku orang-orang ataupun lembaga yang terkait dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut, rasanya masih sangat sulit untuk menjadikan pelatihan-pelatihan tersebut menjadi bermutu. Karena kondisi-kondisi seperti yang telah diungkapkan diatas tidak sedikit dapat dilihat.
Banyak faktor yang menyebabkan dari mulai gaji yang dianggap masih kecil hingga paradigma kita yang masih berorentasi bahwa pelatihan hanya merupakan sebagian dari tugas pokok atau ada juga yang berpendapat bahwa pelatihan adalah proyek dalam mencari tambahan penghasilan di luar gaji. Ini semua tidaklah salah, namun apabila kita lebih berfikir secara arif, kenapa pula kita berkecimpung di dunia pelatihan? kalau kita tidak menginginkan sesuatu dari pelatihan ini agar mempunyai nilai yang lebih dari sekedar memberi tambahan penghasilan atau sekedar tugas pokok saja.
Kita sebagai kalangan yang bekecimpung dalam penyelenggaraan pelatihan, pada hakekatnya mempunyai tanggung jawab moral yang besar untuk melaksanakan pelatihan yang bermanfaat khususnya bagi peserta latih, dimana dia setelah mengikuti pelatihan mendapatkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan kinerja organisasinya dimana ia bekerja dan sekaligus dapat membawa perbaikan status kehidupannya.
Apa kriteria pelatihan yang bermutu ?
Pada dasarnya pelatihan yang bermutu adalah pelatihan yang dalam penyelenggaraannya menerapkan prinsip-prinsip mutu secara konsekuen. Di dalam ISO 9000:2000 series dinyatakan bahwa ada 8 (delapan) prinsip manajemen mutu yang harus diikuti apabila kita ingin pelatihan kita mendunia, yaitu :
1. Fokus pada pelanggan, mengetahui kebutuhan dan memuaskan pelanggan. Pelanggan adalah kunci untuk meraih keuntungan. Kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan bagaimana pandangan pelanggan terhadap organisasi tersebut.
2. Kepemimpinan. Seorang pemimpin (leader) dalam manajemen mutu adalah orang yang mampu untuk menciptakan visi yang mengandung kewajiban untuk mewujudkannya, membawa orang lain ke tempat yang baru, yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan visinya ke dunia nyata atau ke dalam kenyataan. Pemimpin juga harus mampu membuat tujuan organisasinya dengan menciptakan lingkungan internal yang membuat semua personel terlibat dalam pencapaian sasaran dan tujuan organisasi.
3. Keterlibatan Personel disetiap tngkatan managemen mutu Hal ini dapat dilakukan dengan cara selalu ada upaya untuk meningkatkan kemampuan seluruh personel baik melalui jalan pendidikan, pelatihan ataupun kunjungan studi banding.
4. Pendekatan Proses. Manajemen Mutu adalah suatu sistem manajemen yang menggunakan pendekatan proses (process approach) dari mulai tahap persiapan, pelaksanaan, dan peningkatan sistem manajemen secara efektif. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memenuhi persyaratan pelanggan. Yang dimaksudkan proses disini adalah sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan/mempengaruhi, dimana input dirubah menjadi output.
5. Pendekatan Sistem untuk Pengelolaan, dapat dilakukan jika pendekatan proses telah diterapkan. Pendekatan ini merupakan kumpulan dari pendekatan proses-pendekatan proses yang terjadi dalam satu organisasi. Pendekatan sistem ini di artikan sebagai pengidentifikasian, pemahaman, dan pengelolaan sistem dari proses yang saling terkait untuk pencapaian dan peningkatan sasaran organisasi secara efektif dan efisien.
6. Peningkatan Berkesinambungan (continuous improvement), harus menjadi sasaran tetap organisasi artinya prinsip ini menjadi budaya atau sikap hidup bagi seluruh personel. Pada continuous improvement terjadi proses pendekatan yang terus menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hasil yang diperoleh menjadi standar dan tantangan lagi untuk melakukan penyempurnaan lagi, terus dan terus tiada berhenti, itulah konsep P-D-C-A (Plan Do Check Action).
7. Pembuatan Keputusan Berdasarkan Fakta. Keputusan yang efektif adalah keputusan yang didasarkan pada analisis data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
8. Hubungan Saling Menguntungkan dengan Pemasok. Organisasi dengan pemasoknya adalah saling tergantung dan merupakan hubungan yang saling menguntungkan dalam rangka meningkatkan kemampuan keduanya dalam memberikan nilai.
Dengan demikian pelatihan yang bermutu adalah pelatihan yang menerapkan setidaknya 8 (delapan) prinsip manajemen mutu mungkin bisa lebih secara konsekuen dan terus menerus.
Menurut Mike Wills ( 1998) ada 3 (tiga) elemen untuk menjadikan pelatihan itu bermutu yaitu (1) proses penyelenggaraan pelatihan yang bermutu (a quality training process), (2) pelatihan yang tersertifikasi (certified courses), dan (3) pelatihnya tersertifikasi (certified instructors).
Apa saja yang sudah dilakukan ?
Upaya pemerintah dalam hal ini Pusdiklatkes sudah cukup baik, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Kesehatan No. 725 tahun 2002. Dalam Kepmenkes tersebut ada 3 (tiga) hal yang diatur yaitu tentang pelaksanaan akreditasi penyelenggaraan pelatihan, tentang pelaksanaan akreditasi institusi pelatihan, dan tentang taca cara pemberian sertifikat pelatihan pada peserta latih.
Dalam Kepmenkes tersebut Akreditasi Pelatihan diperuntukan untuk menilai apakah pelatihan yang akan diselenggarakan oleh siapapun apakah layak diselenggarakan atau tidak. Sedangkan Akreditasi Intsitusi Pelatihan adalah penilaian terhadap komponen-komponen sebagai unit penyelenggara pelatihan apakah layak menyelenggarakan pelatihan atau tidak. Kelayakan ini diartikan dengan dapat melaksanakan pelatihan yang bermutu yang sesuai dengan yang direncanakan. Kalau kita kaji instrumen-instrumen yang ada dalam baik Akreditasi Pelatihan maupun Akreditasi Institusi Pelatihan sudah menjabarkan ke 3 (tiga) elemen pelatihan yang bermutu yang dikemukakan oleh Mike Willis di atas. Elemen satu (1) a quality training process diuraikan dalam bentuk indikator dan kriteria dalam Akreditasi Intstitusi Pelatihan, selain itu juga dalam buku Petunjuk Penyelenggaraan Pelatihan sebagai standar operasional prosedur dalam menyelenggarakan suatu pelatihan. Elemen dua (2) pelatihan yang tersertifikasi (certified courses) ini sudah dituangkan dalam indikator dan kriteria pada Akreditasi Institusi pelatihan dan Akreditasi Pelatihan dimana suatu pelatihan yang baik harus ada kurikulum yang terutama berisikan rumusan tujuannya secara jelas, GBPP tiap-tiap mata ajaran yang relevan dengan tujuan pelatihan, metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan tujuan dari tiap-tiap mata ajaran, serta ditunjang dengan bahan ajar yang tepat, baik itu dalam bentuk modul ataupun dalam bentuk bahan bacaan (buku bacaan), makalah dsb. Dimana pembuatan bahan ajar pun membawa konsekuensi kepada penggunaan metode pembelajaran. Dan elemen tiga (3) pelatih yang tersetifikasi (certified instructors) sudah dituangkan terutama dalam Akreditasi Pelatihan dimana ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelatih yang akan mengajar antara lain pelatih harus menguasai bidang keilmuan materi yang diberikan dan harus menguasai kediklatan atau proses pembelajaran.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelatihan bermutu yaitu:
1. Dalam pelaksanaan Akreditasi Pelatihan masih banyak terjadi dimana si penyelenggara mengajukan akreditasi tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh SK Menkes. Diharapkan Akreditasi Pelatihan ini dilanjutkan dengan penilaian pada saat pelatihan tersebut sedang dilaksanakan, yaitu untuk menilai apakah pelatihan tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
2. Dalam pelaksanaan Akreditasi Institusi Pelatihan tidak sedikit permasalahan yang dihadapi baik oleh si surveyor yang melakukan penilaian terhadap komponen-komponen akreditasi maupun oleh institusi pelatihan untuk memenuhi isi komponen-komponen yang dijadikan sebagai standar penilaian. Berawal dari ketidak selarasan dalam pemahaman untuk mengabstraksikan isi dari komponen-komponen dalam bentuk sesuatu wujud yang dapat dijadikan menjadi bahan pembenaran atau pembuktian. Perlu kita sosialisasikan bahwa besarnya nilai komponen jangan menjadi tujuan, yang paling penting adalah bagaimana kriteria-kriteria tiap-tiap komponen itu dapat dipenuhi yang pada akhirnya institusi pelatihan itu dapat diakreditasi. Demikian juga pelaksanaan Akreditasi Institusi ini bagi Institusi Pelatihan yang sudah terakreditasi harus dilakukan Quality Control secara terus menerus dan Audit secara berkala baik dilakukan oleh internal institusinya maupun oleh pihak luar misalnya oleh Tim Penilai dari luar Institusi Pelatihan.
3. Kaitannya dengan manfaat atau benefit dari baik itu Akreditasi Pelatihan maupun Akreditasi Institusi Pelatihan sangat perlu mendapat perhatian. Pelatihan yang sudah terakreditasi menjadi jaminan bahwa pelatihan telah diselenggarakan secara bermutu, benefit yang didapat adalah berupa bagi si peserta akan mendapatkan SERTIFIKAT yang mempunyai nilai tambah (added value) baik bagi si peserta itu sendiri maupun bagi organisasi pengirim.
4. Keterkaitan antara Akreditasi Pelatihan, Akreditasi Institusi Pelatihan dan Pemberian Sertifikat Pelatihan harusnya saling terkait. Mestinya suatu Institusi Pelatihan yang sudah terakreditasi bila melaksanakan pelatihan, pelatihannya tidak perlu lagi untuk diakreditasi. Karena pelatihan yang diselenggarakan oleh Institusi Pelatihan merupakan produk dari Institusi Pelatihan itu. Sertifikat Pelatihan merupakan bukti tertulis yang menunjukan bahwa pemegang Sertifikat itu “kompeten” terhadap bidang yang tertulis dalam sertifikat itu.
5. Dari sisi Pelatih, memang tenaga Widyaiswara kesehatan diakui sudah cukup banyak dan tersebar di Institusi-Institusi Pelatihan baik di Pusat maupun di daerah. Mengingat pelatihan-pelatihan banyak juga yang sifatnya tehnik pelaksanaan program dan pelaksanaan suatu pekerjaan atau fungsi, maka perlu dikembangan Pelatih yang bukan Widya Iswara namun dia diberikan kewenangan oleh Pusdiklat untuk menjadi pelatih, artinya dia diberikan sertifikat sebagai pelatih (Certified Instructor) tentunya dia harus mengikuti dahulu pelatihan keterampilan kediklatan, ini perlu ada pengujian tiap tahun atau dua tahun sebagai Quality Assurance (Jaminan Mutu). Perlu juga diberikan kepada terutama semua Widya Iswara karena mereka adalah tenaga profesional kependidikan maka perlu diberikan wawasan tentang Filsafat Ilmu dan Filsafat Pendidikan, karena dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Widya Iswara dikategorikan sebagai tenaga pendidik, dengan demikian tenaga Widya Iswara bisa mengajar di Perguruan Tinggi setara dengan Dosen.
Teori Belajar Orang dewasa
Gagne, membagi teori belajar dalam 3 famili : a. conditioning, b. modelling, c. kognitif. Kingsley dan Garry membagi teori belajar dalam 2 bagian yaitu ; a. teori stimulus-respon, b. teori medan. Sedangkan Taba membagi teori belajar menjadi 2 famili :
a. teori asosiasi atau behaviorisme, b. teori organismik, gestalt dan teori medan
Di dalam pembahasan akan difokuskan pada teori belajar orang dewasa. Ada aliran inkuiri yang merupakan landasan teori belajar dan mengajar orang dewasa yaitu : “scientific stream” dan “artistic atau intuitive/reflective stream”. Aliran “scientific stream” adalah menggali atau menemukan teori baru tentang belajar orang dewasa melalui penelitian dan eksperimen . Teori ini diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike dengan pubilkasinya “ Adult Learning”, pada tahun 1928. Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman (1926) dalam penerbitannya “ The Meaning of Adult Education” yang sangat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan John Dewey.
Menurutnya sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah pengalaman peserta didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajaran orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :
1. pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan
2. Orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject matter.
3. Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa, sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning).
4. Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
5. Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu :
1. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
2. Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya
3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan
4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah :
1) meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa
2) meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa
Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh professor T.T Ten have pada tahun 1954 dan pada tahun 1959 ia menerbitkan garis-garis besar “Science of Andragogy”
Model andragogi mempunyai konsep bahwa : kebutuhan untuk tahu (The need to know), konsep diri pembelajar ( the learner’s concept), peran pengalaman pembelajar (the role of the leaner’s experience), kesiapan belajar (readiness to learn), orientasi belajar (orientation of learning) dan motivasi lebih banyak ditentukan dari dalam diri si pembelajar itu sendiri.
Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus menggunakan model andragogi, tetapi bisa digabung model pedagogi. Jika pembelajarnya belum mengetahui atau sangat asing dengan materi yang disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model pedagogi pada awal-awal pertemuan untuk mengkonstruksi pengalaman dengan pengetahuan yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan model andragogi sebagai penguatan dan pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Azis.2009.Merumuskan Tujuan Pelatihan
http://lembagapelatihan.blogspot.com/2009/02/merumuskan-tujuan-pelatihan.html
Barbara B.Seels dan Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya ( Terjemahan ). Jakarta : UN Jakarta
Budi Utomo, Agus. 2007. Teknologi Kinerja Sebagai Suatu Intervensi Instruksional.Unila
http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.14
http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/15/dasar-dasar-teori-pembelajaran-orang-dewasa/
http://id.wikipedia.org/wiki/kecerdasan
http://lembagapelatihan.blogspot.com/2009/02/merumuskan-tujuan-pelatihan.html
http://ganeca.blogspirit.com/archive/2005/06/23/ge_mozaik_juni_2005_%E2%80%93_pentingnya_pendidikan_kecerdasan_emos.html
Meldasari. 2004. Bagaimana Menukur Kecerdasan.
http://benefit-rd.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=44
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Pustekkom Diknas.
Tirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo, 2005. “Pengantar Pendidikan”, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Ugi Gumilar. 2007. Kajian Tentang Batasan Teknologi Kinerja, Teknologi Kinerja Sebagai Intervensi Instruksional dan Teknologi Kinerja dan Proses Belajar : tpers.net/wp-content/uploads/2007/10/kajian tentang batasan teknologi kinerja. rtf
Uwes A. Chaeruman. 2007. Human Performance Technology : Apakah Itu ? : http://fakultas Luar kampus.net/human-performance-technology-apakah- itu/
Palandi, Nouval. 2007. Andragogi, Solusi Pendidikan Untuk Pendewasaan
://novalpalandi.multiply.com/journal/item/29
Prawiradilaga, Dewi Salma & eveline Siregar (2004 ) Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta, Prenada Media
Prawiradilaga, Dewi Salma, ( 2007 ) prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta : Kencana PT Prenada media Group
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 07.56 0 komentar
Label: Esai
PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN
Oleh : Hamka
Peranan dan keberadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa dunia ke gerbang globalisasi tanpa batas. Dunia pendidikan secara makro dan mikro dalam abad dua puluh ini mulai menyadari pentingnya teknologi informasi dan komunikasi. Menguasai TIK merupakan satu langkah lebih maju dalam segala bidang kehidupan. Informasi yang cepat dan akurat merupakan senjata andalan TIK membawa pengaruh yang besar bagi pengguna TIK khususnya dalam pembelajaran.
1. Pengertian Pembelajaran
Menurut Yusuf hadi Miarso, Pembelajaran adalah merupakan upaya sengaja dan bertujuan yang berfokus kepada
Pembelajaran peserta didik/pemelajar merupakan kegiatan membangun diri sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya melalui interaksi dengan lingkungannya.
2. Peran guru dalam pembelajaran
Guru merupakan orang yang paling dekat dengan siswa. Keberadaan guru membawa pengaruh yang kuat terhadap perkembangan karakteristik siswa. Dalam proses pembelajaran guru mengemban tiga fungsi penting yaitu sebagai pengasih, pengasuh, dan pengasah.
Sebagai pengasih guru menciptakan kondisi pembelajaran yang mengarah pada proses pembelajaran yang menyenangkan. Dengan kata lain, pembalajaran disampaikan mendapat respon yang baik dari siswa. Guru membangun kondisi yang menyenangkan siswa untuk terus mengikuti pembelajaran sesuai dengan karakteristiknya.
Sebagai pengasuh seorang guru berperan sebagai fasilitator, inovator, yang dapat memotivasi siswa untuk melakukan hal yang lebih kreatif dan menantang. Secara umum guru memiliki peran sebagai pengobat dahaga dan lapar sang pengembara.
Sebagai pengasah, guru melaksanakan evaluasi yang dapat menilai keberhasilan siswa sesuai dengan karakteristik masing-masing. Evaluasi yang dilakukan mencakup ranah kognetif, afektif, dan psikomotor. Evaluasi penting dilakukan untuk menentukan desain pembelajaran yang dapat menjawab ketuntasan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Secara umum, peranan guru dalam pembelajaran dapat dibedakan lagi menjadi sebagai fasiltator, konselor, inovator, instruktor, komunikator, dan masih banyak sebutan yang lainnya. Merupakan ujung tombak keberhasilan pembelajaran dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Teknologi Informasi, Teknologi Komunikasi, dan Pembelajaran
TIK dalam proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua aspek, yaitu Teknologi Informasi (TI) dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
TIK merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam penyampaian informasi. Merupakan satu jaringan perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan pemerosesan dan penyampaian informasi. Proses pembelajaran baik yang berlangsung di kelas maupun di luar kelas merupakan transfusi informasi. TIK dalam pembelajaran di kelas berhubungan alat bantu pembelajaran, manipulasi pembelajaran, dan pengolahan informasi.
Beberapa pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di kelas diantaranya:
1. Presentasi
Presentasi merupakan cara yang sudah lama digunakan, dengan menggunakan OHP atau chart. Peralatan yang digunakan sekarang biasanya menggunakan sebuah komputer/laptop dan LCD proyektor. Ada beberapa keuntungan jika kita memanfaatkan TIK diantaranya kita bisa menampilkan animasi dan film, sehingga tampilannya menjadi lebih menarik dan memudahkan siswa untuk menangkap materi yang kita sampaikan. Software yang paling banyak digunakan untuk presentasi adalah Microsoft Powerpoint.
2. Demonstrasi
Demontrasi biasanya digunakan untuk menampilkan suatu kegiatan di depan kelas, misalnya eksperimen. Sehingga dengan cara ini siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan yang benar atau mengambil kesimpulan dari kegiatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusufhadi. (2005). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Pustekkom-Kencana
Reigeluth, Charles M. and Robert J. Garfinkle. (eds.)(1994). Systemic Change in
Education. Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications
http://www.crocodileclips.com/s3_1.jsp
http://www.upscale.utoronto.ca/GeneralInterest/Harrison/Flash/ClassMechanics/RightHandRule/RightHandRule.html
Rahmanto, Zainal Aqib.2008. Membangun Propesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung. Yrama Widya.
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 07.50 0 komentar
Label: Esai
URGENSI GURU SEBAGAI AGEN INOVASI PENDIDIKAN
inovasi berdasarkan cara penemuannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manusia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda
Urgensi Inovasi
Inovasi menyangkut nilai dan peningkatan yang lebih baik. Secara sempit, mendapat keuntungan dari inovasi. Dengan kata lain inovasi yang dilakukan orang lain merupakan kerugian bagi konsumen dan lingkungannya meskipun mendapat keuntungan dari manfaat mengkonsumsi inovasi. Sebagai contoh hak paten dari temuan yang dilakukan para
Sehubungan dengan urgensi inovasi, Rogers (1983: 12-16) mengemukakan karakteristik yang dikandung oleh suatu inovasi mencakup:
1. Adanya keunggulan relatif
Sejauh mana inovasi dianggap lebih baik dan gagasan sebelumnya. Biasanya tolok ukurnya adalah faktor ekonomi, sosial, kepuasan, dan kenyamanan.
1. Kesesuaian
Merujuk kepada bagaimana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman yang lalu, dan sejauh mana dapat mengatasi kebutuhan calon penerima (adopter)
1. Kompleksitas
Hal kompleksitas mi berkenaan dengan tingkat kesulitan suatu inovasi untuk dilaksanakan dibandingkan dengan kegunaannya. Apakah inovasi tersebut gagasannya sederhana atau sulit untuk dipahami, dan apakah tingkat kesulitan tersebut seimbang dengan kegunaannya.
1. Trialabilitas
Aspek mi berkaitan dengan bagaimana tingkat ketercobaannya. Apakah inovasi tersebut mudah untuk diujicobakan.
1. Observabihtas
Merujuk kepada bagaimana manfaat (hash) inovasi dapat dilihat oleli masyarakat terutama masyarakat sasaran.
Batasan dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan munculnya inovasi karena ada permasalahan dan upaya mengatasi permasalahan tersebut.
Urgensi Inovasi Dalam Bidang Pendidikan
Guru adalah orang yang langsung berhubungan dengan murid. Pembentuk karakter pebelajar secara utuh. Guru perlu mendesain pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Kondisi pembelajaran yang menyenangkan dapat menimbulkan stimulus-respon dalam pembelajaran. Guru sebagai pencipta suasana pembelajaran merupakan bagian dari inovasi. Inovasi tersebut berupa pendekatan, model, metode, strategi, teknik dan taktik serta upaya lain yang mendukung tercapainya hasil pembelajaran. Kegagalan guru mendesain pembelajaran dapat menimbulkan suasana monoton dan membosankan. Dan kebosanan merupakan indikator kegagalan proses pembelajaran yang berimbas pada hasil dan prestasi siswa.
Proses Berpikir Kreatif dalam Inovasi
Dalam melakukan inovasi seorang guru harus mampu berpikir kreatif dalam berbagai aspek yang berhubungan dengan profesi keguruannya. Guru profesional dapat dengan mudah diperoleh tanpa ada suatu proses berpikir kreatif. Diperlukan daya eksplorasi taktis akademis untuk melakukan sekedar eksploitasi konsep dalam berpikir kreatif. Peserta didik perlu diperlakukan secara utuh dan holistik sebagai manusia, kelas perlu didesain sebagai “masyarakat mini” yang mampu memberikan gambaran bagaimana sang murid berinteraksi dengan sesamanya untuk berpikir, berbicara, berpendapat, mengambil inisiatif dan keputusan.
Pembelajaran yang inovatif, atmosfer kelas tidak kaku dan monoton. Para siswa didik lebih banyak diajak untuk berdiskusi, berinteraksi, dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri Peran guru sebagai agen perubahan diharapkan dapat membawa perubahan yang dengan baik.
Inovasi pendidikan dan model pembelajaran di Indonesia
a.Top Down Inovation
Inovasi model Top Down mi sengaja diciptakan oleh atasan (pemerintah)
untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Contoh adalah yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ml. Seperti penerapan kurikulum, kebijakan desentralisasi pendidilcan dan lain-lain.
b.Bottom up Inovation
Yaitu model ionovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dan bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mum pendidikan. Biasanya dilakukan oleh para guru.
c.Desentrailsasi dan Demokratisasi pendidikan.
UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, privatisasi perguruan tinggi negen-dengan status baru yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) melalui PP No. 60 tahun 2000, sampal UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerlntah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan, pembiayaan pendidikan, juga kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah.
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 07.45 0 komentar
Label: Esai
KAJIAN TERHADAP DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI KINERJA
1.1 Pengertian Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsure manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya (Hoba,1977). Karena teknologi hadir untuk memecahkan permasalahan manusia, maka teknologi juga dapat dipandang sebagai suatu produk atau proses (Sadiman, 1993). Dari pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang mencakup semua aspek belajar manusia (AECT,1977).
Teknologi pendidikan adalah satu bidang/disiplin dalam memfasilitasi belajar manusia melalui identifikasi, pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar dan melalui pengelolaan proses kesemuanya itu (AECT,1972)
dengan cara menciptakan, menggunakan atau memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja(AECT, 2004)
Dari pengertian-pengertian di atas, jelaslah bahwa teknologi pendidikan lahir karena adanya masalah dalam bidang pendidikan. Masalah yang dihadapi pendidikan di negara kita khususnya meliputi empat hal, yaitu:
1. Relevansi. Berkaitan dengan filosofis(disebabkan perbedaan filosofi), epist (menyangkut relevansi dengan IPTEK), psikologis/perkembangan(berhubungan dengan tingkat perkembangan anak),dan social (berkaitan dengan kebutuhan masyarakat)
2. Mutu. Menyangkut kualitas/taraf/hasil yang dihasilkan pendidikan kita belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang diharapkan dan diperlukan.
3. Pemerataan. Masalah pemerataan menyangkut masih belum terjadi pemerataan kesempatan baik dalam jumlah, jarak, maupun tempat serta pemerataan mutu(masih terjadinya disvariditas/perbedaan)
4. Efisiensi dan efektivitas. Permasalahan efisiensi dapat dibedakan menjadi efisiensi eksternal dan internal. Yang dimaksud dengan efisiensi internal misalnya saja masih kurangnya pemanfaatan sumber daya yang tersedia seperti lab atau perpustakaan secara optimal. Sedangkan yangdimaksud dengan permasalahan efisiensi eksternal adalah tidak sinkronnya hubungan antara usaha yang dilakukan dengan hasil yang dicapai dalam pendidikan tersebut.
Dalam teknologi pendidikan, terdapat tiga prinsip dasar yang dijadikan acuan dalam pengembangannya yaitu pendekatan system, berorientasi pada mahasiswa, dan pemanfaatan sumber belajar(Sadiman,1984)
1.2 Aplikasi Teknologi Pendidikan
Secara umum aplikasi teknologi pendidikan akan mampu :
1. menyebarkan informasi secara meluas, seragam dan cepat.
2. membantu, melengkapi dan (dalam hal tertentu) menggantikan tugas guru.
3. dipakai untuk melakukan kegiatan instruksional baik secara langsung maupun sebagai produk sampingan.
4. menunjang kegiatan belajar masyarakat serta mengundang partisipasi masyarakat.
5. menambah keanekaragaman sumber maupun kesempatan belajar.
6. menambah daya tarik untuk belajar.
7. membantu mengubah sikap pemakai.
8. mempengaruhi pandangan pemakai terhadap bahan dan proses.
9. mempunyai keuntungan rasio efektivitas biaya, bila dibandingkan dengan sistem tradisional. (Miarso, 1981)
Jika semula teknologi pendidikan (dalam arti yang sangat terbatas) dipandang hanya berperan pada taraf pelaksanaan kurikulum di kelas, konsepsi baru menghendaki teknologi pendidikan sebagai masukan (input) bahkan sejak tahap perencanaan kurikulum. Dengan demikian sudah sejak perencanaan kurikulum harus pula dikaji dan ditentukan bentuk teknologi pendidikan yang akan diterapkan.
Pemilihan teknologi dalam pendidikan akan membuka kemungkinan untuk lahirnya berbagai alternatif bentuk kelembagaan baru yang menyediakan fasilitas belajar, disamping dapat melayani segala bentuk lembaga pendidikan yang telah ada Misalnya kemungkinan bagi suatu bentuk sekolah terbuka yang fasilitas dan tata belajarnya berbeda sekali dengan sekolah konvensional, tetapi dengan hasil (output) yang sama.
Serangkaian kriteria pemanfaatan teknologi dalam pendidikan, antara lain: harus dijaga kesesuaiannya (kompatibilitas) dengan sarana dan teknologi yang sudah ada, dapat menstimulasikan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, serta mampu memacu usaha peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.
Dengan demikian, adanya penerapan suatu teknologi dalam pendidikan akan sangat mungkin terjadi perubahan besar-besaran dalam interaksi belajar mengajar antara sumber-sumber belajar dengan pelaku belajar. Salah satu kemungkinan perubahan tersebut adalah penerapan dan perubahan teknologi informasi dalam pendidikan.
1.3 Kontribusi Teknologi Pendidikan dalam Pembangunan Pendidikan
Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (Miarso,2004)
Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja, dan dengan cara bagaimana saja.
Paling tidak ada lima konsep dalam teknologi pendidikan yang telah terintegrasi dalam sistem pendidikan dan tertuang dalam Undang-undang Sisdiknas dan turunannya. Ke lima konsep itu adalah : 1) pembelajaran yang berfokus pada peserta didik; 2) sumber belajar yang beraneka; 3) pendekatan dari bawah (bottom-up approaches) dalam mengelola kegiatan belajar dan implikasinya dalam satuan pendidikan; 4) sistem pendidikan terbuka dan multi makna; dan 5) pendidikan jarak jauh. (Miarso,2004)
2. Teknologi Kinerja
2.1 Pengertian Teknologi Kinerja
Pada prinsipnya Instruksional adalah mencapai hasil yang effektif dan efficient yang sangat berkorelasi positip terhadap Teknologi Kinerja.
Berikut ini definisi Teknologi Kinerja dari beberapa pakar :
Nickols (1977, p. 14) mengatakan bahwa performance sebagai hasil sebuah tingkah laku”. Tingkah laku adalah aktifitas individu sedangkan akibat-akibat dari tingkah laku adalah cara-cara dimana lingkungan individu bereaksi dan ini berbeda berdasarkan hasil dari tingkah lakunya.”
Gilbert (1974) , menyamakan kinerja dengan prestasi-prestasi yang dicapai.
Ryle (1949) yang menggunakan istilah prestasi (achievement), dimana dia menggunakannya untuk melihat efek-efek prilaku yang berkaitan pada makna kinerja (performance). Akibatnya, prestasi itu dinilai oleh sistem, prestasi-prestasi- ini yang terkait dengan HPT. istilah ini sering digunakan dalam mengarahkan pada prosedur-prosedur penerapan yang berasal dari penelitian ilmiah dan pegalaman para pelaksana dalam memecahkan beberapa masalah di lapangan (Clark dan Sugrue, 1990; Hawkridge, 1976; Stolovitch dan LaRocque, 1983).
HPT adalah salah satu dari berbagai keturunan teori sistem umum, yang digunakan oleh beberapa organisasi. Sistem dianggap sebagai “ sebuah sekelompok kompleks manusia dan mesin dimana dari keseluruhannya terdapat tujuan yang sama.” (Checkland, 1972, p. 91).
Menurut Ainsworth (1979, p. 5), “ sebuah landasan dasar dari HPT adalah sebuah hasil yang signifikan- menemukan dengan benar, tujuan-tujuan kinerja yang berguna dan menyatakannya dalam istilah yang mudah dipahami.” Interversi-interversi yang tepat dirancang untuk merubah, dan ini diawasi dan dimodifikasi sampai sistem itu mencapai standar kinerja yang diharapkan.
HPT juga membawa sejumlah asumsi dan atribut. Ini sudah dinyatakan oleh Geis (1986). Berikut ini adalah poin-poin pentingnya:
1. Teknologi kinerja manusia sah menurut hukum dan sering diprediksi dan diawasi.
2. ilmu tentang prilaku manusia sangat terbatas, oleh karena itu HPT harus bergantung pada pengalaman dan penelitian para ilmuwan.
3. HPT berasal dari beberapa penelitian yang dilakukan pada saat menghasilkannya.
4. HPT adalah hasil dari sejumlah sumber ilmu: cyber netika tingkah laku, psikologi, ilmu komunikasi, ilmu infomasi, ilmu sistem, ilmu managemen, dan yang akhir-akhirnya sedang marak yaitu ilmu kognitif.
5. HPT tidak diakui pada beberapa sistem pengiriman tidak juga dibatasi pada golongan tertentu dan area tertentu. Ini dapat digunakan pada setiap kinerja manusia, tapi biasanya lebih banyak digunakan dalam suatu organisasi dan dunia kerja.
6. HPT bersifat empiris. Ini mebutuhkan sebuah pembuktian sebagai hasil dari analisa dan usaha-usaha intervensi.
7. HPT bersifat mengembangkan. Berdasarkan prinsip-prinsip dasarnya, namun demikian ini memperbolehkan sejumlah ruang untuk inovasi dan kreatifitas.
8. Walaupun teknologi kinerja tidak memiliki pondasi teoritis tentang dirinya, -teori- dan -pengalaman- yang memandunya dibentuk oleh data-data empiris yang terakumulasi sebagai hasil praktek yang telah didokumentasikan secara sistematis.Dalam beberapa cara, HPT membagi atribut-atributnya dengan bidang lainnya (managemen, pengembangan organisasi, kesehatan, dan psikiater).
Sejumlah pengarang berusaha untuk menjelaskan makna teknologi kinerja. Beberapa dari mereka telah menekankannya dalam proses dan metode-metode yaitu: “teknologi kinerja adalah sekumpulan metode dan proses untuk menyelesaikan masalah atau memberdayakan kesempatan yang berhubungan dengan kinerja seseorang. Ini dapat digunakan pada individu, kelompok kecil, atau organisasi besar ( National Society Of Performance And Instruction Citied In Rosenberg, 1990, p.46).
Untuk Benefit dan Tate (1990) “ Teknologi kinerja [manusia] adalah proses sistematis dalam mengidentifikasikan kesempatan pengembangan kinerja, standar peraturan kinerja, strategi pengidentifikasian pengembangan kinerja, analisa keuntungan dalam berkinerja”.
untuk Jacobs (1998 p.6-7) “ teknologi kinerja manusia menghadirkan manfaat dari pendekatan sistem dalam sejumlah bentuk yang berbeda tergantung pada masalah yang dihadapi dan aktifitas profesional yang dibutuhkan.
Teknologi kinerja manusia adalah untuk meningkatkan modal manusia, yang dapat diperoleh sebagai produk waktu dan kesempatan, teknologi merupakan sekumpulan prosedur yang tertata rapi dan sesuai untuk mengubah potensi menjadi kapital (modal)”. (Gilbert, 1978. hal 11-12).
Menurut Harless (dikutip daari Geis,1986, hal. 1), “Teknologi kinerja manusia adalah sebuah proses seleksi, analisa, rancangan, pengembangan, penerapan, dan pengujian program-program berdasar pada yang paling efektif berpengaruh terhadap prilaku manusia dan prestasi-prestasinya.”
Rosenberg (1990, p 46) telah memikirkan tentang ini; “ Sistem pengembangan kinerja secara total sebenarnya adalah penggabungan dari analisis kinerja yang sistematik dengan intervensi sumber daya manusia yang menyeluruh. Dan ilmu yang menggabungkan semua sistem ini dikenal sebagai Teknologi Kinerja Manusia”.
Foshay dan Moller (liat bab 42) menekankan relevansi dan jarak dalam definisi mereka tentang Teknologi Kinerja Manusia, mereka melihat ini sebagai sesuatu yang terstruktur terutama oleh masalah-masalah Teknologi Kinerja Manusia di lingkungan dunia kerja dan yang tergambar dari setiap disiplin dengan kemampuan perspektif dalam memecahkan masalah didalam Teknologi Kinerja Manusia, yang dapat juda diterapkan di bidang lainnya.
2.2 Hubungan Teknologi Pendidikan dan Teknologi Kinerja
Antara teknologi pendidikan dan teknologi kinerja memiliki hubungan yang sangat erat. Teknologi Kinerja Manusia atau Human Performance Technology adalah merupakan bidang kajian dan profesi baru dalam bidang teknologi pendidikan.
Human performance technology didefinisikan sebagai, “pendekatan rekayasa untuk mencapai hasil yang diharapkan oleh orang dalam suatu organisasi sebagai performer”. Upaya untuk merekayasa ini bersifat sitematis, sistemik, dan ilmiah (scientific-based).
Intinya, teknologi kinerja mengkaji tentang upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi melalui pendekatan yang sistematis, sistematis dan ilmiah. Permasalahan dianalisis dan diidentifikasi untuk kemudian berbagai solusi pemecahan masalah dirancang dan dikembangkan sedemikian rupa secara sistemik (holistik) untuk diimplementasikan, dievaluasi dan diperbaiki atau mungkin dimodifikasi dan bahkan diupdate/diganti secara terus menerus. Teknolog kinerja baik secara individu maupun tim lebih berperan sebagai konsultasn dan analist sistem yang bertugas dalam mendiagnosa masalah, mengidentifikasi akar masalah, menyusun strategi pemecahan masalah, melaksanakannya, mengevaluasi dan secara terus menerus memperbaikinya.
Teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga mengajukan perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para teknololog kinerja cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan tujuan organisasinya daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah adalah suatu produk dari berbagai pengaruh teori seperti cybernetic, ilmu menajemen, dan ilmu kognitif (Geis, 1986).
Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi.
Kekuatan teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri. Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek munculnya stimulus yang realistik, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang cepat, menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak antara pengajar dan pembelajar (Hannfin, 1992). Perancang yang terampil dan kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam : (a) mengintegrasikan media; (b) menyelenggarakan pengemdalian atas pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas, dan bahkan (c) mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang dan lingkungan kerja setiap individu.
Keseimpulan
Masalah-masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia yang terpenting adalah mengenai : peningkatan mutu, pemerataan kesempatan pendidikan, dan relevansi pendidikan dengan pembangunan nasional. Demikian luas dan jauhnya jangkauan yang hendak dicapai oleh program pembangunan pendidikan kita, padahal di lain pihak sumbersumber yang tersedia bertambah terbatas dan langka.
Para pakar mendefinisikan teknologi pendidikan berdasarkan sudat pandang yang berbeda. Teknologi pendidikan adalah satu bidang/disiplin dalam memfasilitasi belajar manusia melalui identifikasi, pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar dan melalui pengelolaan proses kesemuanya itu (AECT,1972)
Teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan atau memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja(AECT, 2004)
Sejumlah pengarang berusaha untuk menjelaskan makna teknologi kinerja. Beberapa dari mereka telah menekankannya dalam proses dan metode-metode yaitu: “teknologi kinerja adalah sekumpulan metode dan proses untuk menyelesaikan masalah atau memberdayakan kesempatan yang berhubungan dengan kinerja seseorang. Ini dapat digunakan pada individu, kelompok kecil, atau organisasi besar ( National Society Of Performance And Instruction Citied In Rosenberg, 1990, p.46).
Teknologi Kinerja Manusia atau Human Performance Technology adalah merupakan bidang kajian dan profesi baru dalam bidang teknologi pendidikan. Human performance technology didefinisikan sebagai, “pendekatan rekayasa untuk mencapai hasil yang diharapkan oleh orang dalam suatu organisasi sebagai performer”.
Referensi
Abdullhak, Ishak. 2008. Rancang bangun Teknologi Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Miarsidi, Ravik, 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Bahan Ceramah di Pondok Assala., Surakarta
Miarso, Yusufhadi.1991. Dalam Buku Akta V-B : Penerapan Teknologi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka
Miarso, Yusufhadi.2007. Dalam Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
Salma, Prawiradilaga. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey.1995. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Jakarta: UNJ
http://www.teknologipendidikan.net/human-performance-technology
http://phetroexs.blogspot.com/2009/01/definisi-aect-2004-teknologi-pendidikan.html
http://bbawor.blogspot.com/2008/11/sumber-sumber-yang-mempengaruhi.html
http://www.teknologipendidikan.net/wp-content/uploads/2008/08/ace_pembelajaran.pdf
Diposting oleh Hamkasukau's Blog di 07.37 0 komentar
Label: Esai